Kamis, 22 Maret 2012

SYARI’AH, FIKIH DAN HUKUM ISLAM

SYARI’AH, FIKIH DAN HUKUM ISLAM
Oleh: Muhammad Taisir
ABSTRAK
Islam sebagai ad-di>n tentu sarat dengan ajaran-ajaran yang universal dan abadi. Ajaran-ajaran itu tertuang dalam dua sumber resmi, yaitu al-Qur’a>n dan al-H}adis} yang isinya mencakup berbagai aspek. Salah satu aspek yang terdapat dalam ajaran Islam tersebut adalah hukum Islam yang merupakan bagian penting ajaran Islam.
Hukum Islam memiliki daya lentur yang tampak dari minimnya ayat-ayat hukum (a>ya>t al-ah}ka>m) dalam Qur’an dan hadis-hadis hukum (h}adis} al-ah}ka>m). Di sini terlihat bahwa ada peluang adaptabilitas hukum Islam.
Namun demikian, adanya istilah-istilah yang digunakan dalam kaitannya dengan hukum Islam, yaitu kata shari>’ah dan fiqh menimbulkan masalah. Hal ini disebabkan adanya kerancuan dalam pengertian istilah-istilah tersebut ketika diterjemahkan ke dalam bahasa selain Arab. Dengan demikian, muncullah pertanyaan, apakah hukum Islam bisa dan perlu diperbaharui? Atau dengan kata lain apakah hukum Islam perlu diperbaharui agar sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman?
Melihat fenomena di atas, penulis mencoba mengulas sedikit tentang kedua istilah tersebut dengan harapan kita dapat memperoleh pencerahaan mengenai masalah tersebut.
A. SYARI’AH (SHARI’AH)
Kata syari’ah berasal dari bahasa Arab, yaitu شرع – يشرع – شرعا. Sedangkan kata at-tashri>’ yang merupakan mas}dar dari شَرَّعَ, yang diadopsi dari syari’ah ini secara etimologi mempunyai dua arti , yaitu:
1. مورد الماء الجاري الذى يقصد للشرب yang artinya aliran air yang digunakan untuk minum. Dikatakan demikian karena sumber/aliran air merupakan sumber kehidupan dan kesehatan bagi tubuh.
2. الطريقة المستقيمة (jalan yang lurus) seperti firman Allah SWT, yang berbunyi:
      •       
Artinya:
Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.
Syari’ah itu dikatakan sebagai jalan yang lurus karena ia merupakan petunjuk bagi umat manusia kepada kebaikan, baik kebaikan jiwa maupun akal mereka.
Kata syari'ah (Ar: ash-shari>'ah) secara etimologis berarti sumber atau aliran air yang digunakan untuk minum dalam perkembangannya, digunakan orang Arab untuk mengacu kepada jalan (agama) yang lurus (at}-t}ari>qah al-mustaqi>mah), karena kedua makna tersebut mempunyai keterkaitan makna. Jika sumber atau aliran air merupakan kebutuhan pokok manusia untuk memelihara keselamatan jiwa dan tubuh mereka, maka at}-t}ari>qah al-mustaqi>mah merupakan kebutuhan pokok yang akan menyelamatkan dan membawa kebaikan bagi umat manusia. Dari akar kata ini, syari'ah diartikan sebagai agama yang lurus yang diturunkan Allah SWT bagi umat manusia.
Secara terminologis, ada beberapa pendapat para ulama tentang definisi atau pengertian syari'ah, yaitu:
a. Manna>' al-Qat}t}a>n (ahli fiqh dari Mesir) mendefinisikan syari'ah sebagai segala ketentuan Allah SWT bagi hamba-Nya yang meliputi masalah akidah, ibadah, akhlak dan tata kehidupan umat manusia untuk mencapai kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.
b. Imam asy-Syatibi menyatakan bahwa syariat sama dengan agama.
c. Fath}i> ad-Duraini> memeberikan definisi syari'ah sebagai berikut: syari'ah adalah segala yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW berupa wahyu, baik yang terdapat dalam Al-Qur'an maupun dalam sunnah Nabi SAW yang diyakini kesahihannya. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa syari'ah adalah an-nus}u>s al-muqaddasah (teks-teks suci) yang dikandung oleh Al-Qur'an dan sunnah Nabi SAW.
d. Menurut sebagian besar para fuqaha' merupakan hukum-hukum yang telah disyari'atkan Allah SWT kepada hamba-hambanya melalui lisan nabi-nabi-Nya.

Jika kita melihat beberapa definisi yang telah disebutkan, ternyata ada yang mendefinisikan makna syari'ah secara ijmal (global, seperti definisi yang diberikan oleh as-Syathibi, Manna' al-Qaththan dan para fuqaha. Sedangkan definisi yang diberikan Fathi ad-Duraini merupakan pengertian syari'ah secara khusus, yaitu syari'ah Islamiyah (syari'at Islam).
Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa syari'ah itu sebenarnya adalah agama. Sebab agama itu tentunya memiliki ajaran-ajarannya, yang dalam konteks ini merupakan agama yang berasal dari Allah SWT, yang berisi ketentuan-ketentuan-Nya kepada hamba-hambanya yang wahyukan kepada para Rasul.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa pengertian syari'ah di atas merupakan pengertian syari'ah secara umum. Bagaimana dengan syari'ah Islamiyah (syari'at Islam)? Jika kita ingin mendefinisikan pengertian syari'ah Islamiyah, kita dapat mengambil definisi yang diberikan oleh Fathi ad-Duraini, seperti yang disebutkan pada poin b. Definisi syari'ah Islamiyah juga disebutkan oleh Muhammad Must}afa Shalabi> : syari'ah Islamiyah atau Islam adalah majmu'ah al-ahkam (kumpulan hukum-hukum) yang diturunkan Allah SWT dengan perantaran wahyu yang diberikan kepada Nabi Muhammad ibn Abdillah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Jika kita memperhatikan lebih lanjut definisi-definisi dari syari'ah, maka kita akan mengetahui bahwa syari'ah itu terdiri terdiri dari dua unsur (berasal dari dua sumber), yaitu al-Qur'a>n yang merupakan kitab suci kita umat Islam, dan as-Sunnah (al-H}adis}) yang merupakan perkataan, tingkah laku dan ketetapan Nabi kita Muhammad SAW. Dengan demikian syari'ah itu bersifat s}abat (tepat sepanjang zaman), tidak berubah meski ditelan waktu dan zaman, di manapun dan kapan pun. Dengan sifat tsabat tersebut syari'at Allah SWT akan tetap berlaku sepanjang masa dan tidak seorang pun yang mampu untuk menggantikannya.
Syari'ah datang untuk membina, membangun, mengatur kehidupan manusia, serta menuntun manusia ke jalan yang benar (jalan Allah) agar ia selamat, baik di dunia maupun di akherat.

B. FIQIH
Kata fiqih (Ar.= al-fiqh) secara etimologi berarti al-fahm atau pemahaman, yang dalam hal ini adalah pemahaman yang mendalam, al-'ilm dan al-fat}anah (kecerdasan). Sedangkan pengertian fiqih secara terminologi ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ulama' fiqih sesuai dengan masanya (sesuai dengan perkembangan arti fiqih tersebut), yaitu:
a. Menurut Imam Abu Hanifah, fiqih adalah ma'rifat an-nafs ma laha wa ma 'alaiha (pengetahuan tentang diri terhadap segala yang berkaitan dengan akidah maupun amaliyah). Definisi meliputi aqidah, akhlak, ibadah dan mu'amalah.
b. Menurut Imam Syafi'i, fiqih adalah ilmu/pengetahuan tentang hukum-hukum syara' yang 'amaliyah yang diperoleh dari dalil-dalil yang terperinci.
c. Menurut al-Baji, fiqih itu adalah ilmu/pengetahuan tentang hukum-hukum syara'.
d. Imam Haramain mendefinisikan fiqih sebagai ilmu/pengetahuan tentang hukum-hukum taklif.
e. Imam Al-Amidi menjelaskan bahwa fiqih merupakan pengetahuan (ilmu) tentang hukum syara' yang furu>' yang dihasilkan dengan naz}ar dan istid}la>l.
f. Fathi ad-Duraini menyatakan bahwa fiqih merupakan suatu upaya memperoleh hukum syara' melalui kaidah dan metode ushul fiqh.

Dari beberapa pengertian fiqih di atas pengertian yang paling masyhur, seperti yang disebutkan oleh Wahbah al-Zuhailiy, adalah definisi yang diberikan oleh Imam Syafi'i, yaitu ilmu/pengetahuan tentang hukum-hukum syara' yang 'amaliyah yang diperoleh dari dalil-dalil yang terperinci. Dikatakan 'amaliyah sebab sebagian besar fiqih itu mengatur hal-hal yang bersifat 'amaliyah meski ada juga yang nadzariy ikhtila>f ad-di>n (beda agama) menyebabkan tidak boleh saling mewarisi.
Dari sini diketahui bahwa fiqih lebih khusus daripada syari'ah. Syari'ah merupakan sumber dari fiqh. Alasannya, fiqh merupakan pemahaman yang mendalam terhadap an-nus}u>s al-muqaddasah dan merupakan upaya mujtahid dalam menangkap makna serta illat yang dikandung oleh an-nus}u>s al-muqaddasah tersebut. Dengan demikian, fiqh merupakan hasil ijtihad ulama terhadap ayat Al-Qur'an atau sunnah Nabi SAW.
Menurut Fathi ad-Duraini, sebelum dimasuki oleh pemikiran manusia, syariat selamanya bersifat benar. Sedangkan fiqh, karena sudah merupakan hasil pemikiran manusia, bisa salah dan bisa benar. Namun demikian, menurut Muhammad Yusuf Musa (ahli fiqh dari Mesir) syariat dan fiqh mempunyai keterkaitan yang erat, karenanya fiqh tidak bisa dipisahkan dari syariat.
Dengan demikian, fiqh merupakan interpretasi keagamaan yang mencoba merasionalisasikan syari’ah. Hal ini terbukti dengan terjadinya perbedaan pemahaman dalam syari’at sehingga menghasilkan interpretasi yang berbeda. Hal ini menimbulkan munculnya madzhab-madzhab dalam bidang fiqh. Perbedaan ini terlihat jelas khususnya pada hukum mu’amalah (hubungan horizontal). Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan lingkungan sosial para imam madzhab fiqh tersebut. Maka lahirlah Imam-Imam madzhab seperti Imam Abu Hanifah yang terkenal sebagai sosok rasionalis (menggunakan rasio dengan porsi yang lebih banyak) karena beliau hidup di tengah-tengah masyarakat yang heterogen. Sedangkan Imam Malik yang tinggal di tempat dimana hadits bersumber menjadi sosok yang tekstualis. Namun demikian, mereka tidak sedikitpun memonopoli penafsiran wahyu Allah, bahkan membuka pintu seluas-luasnya untuk memahami dan menafsirkan syari’ah.

C. HUKUM ISLAM
Istilah ‘Hukum Islam’ sama sekali tidak ditemukan dalam al-Qur’an dan literatur hukum dalam Islam, yang ada adalah syari’ah, fiqh, hukum Allah atau yang seakar dengan itu. Dalam literatur hukum dalam Islam adalah syari’ah Islam, fiqh Islam dan hukum syara’.
Dengan demikian, istilah hukum Islam merupakan istilah khas Indonesia yang diterjemahkan dalam literatur barat secara harfiah, yaitu Islamic Law.
Mengenai definisi hukum Islam ini, setidaknya ada dua pendapat yang berbeda dikalangan ahli hukum Indonesia. Muhammad Hasbi As-Shiddiqiy mendefiniskan Hukum Islam itu dengan koleksi daya upaya fuqaha dalam menerapkan syari’at Islam sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Melihat definisi yang dikemukakan Hasbi ini, kita dapat melihat bahwa ia mendefinisikan hukum Islam dengan makna fiqh.
Amir Syarifuddin, ahli Hukum Islam lainnya mendefinisikan Hukum Islam itu dengan seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua umat yang beragama Islam. Dari definisi ini kita dapat melihat bahwa ia mencakup syari’ah dan fiqh karena arti syara’ dan fiqh terkandung di dalamnya.
Dengan demikian, jika ada yang mengatakan bahwa hukum Islam itu tidak berubah dan tetap maka yang dimaksudkan adalah hukum Islam dalam pengertian syari’ah. Sedangkan jika dikatakan hukum Islam itu berubah mengikuti perubahan dan perkembangan zaman dan masa maka itu adalah hukum Islam dalam pengertian fiqh.
Menurut Pete Seda, Islamic Law atau hukum Islam hanya berasal dari al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW yang mengatur seluruh aspek kehidupan umatnya (tentang tata cara menyembah Tuhan dan bagaimana berbuat kepada yang lain). Melihat statemen ini, maka pengertian hukum Islam dapat disamakan dengan syari’at Islam, namun dalam prosedur tataran aplikatif.
Jadi, Hukum Islam itu, dalam bahasa Mohammad Daud Ali (1996) , mempunyai dua istilah kunci yakni (a) syari'at dan (b) fikih. Syari'at terdiri dari wahyu Allah dan Sunnah Nabi Muhammad dan fikih adalah pemahaman dan hasil pemahaman manusia tentang syari'at.
Dengan kata lain, Hukum Islam merupakan hukum yang ditetapkan atas keduanya (syari’ah dan fiqh) tentang perilaku umat yang beragama Islam.



PENUTUP
Dari penjelasan-penjelasan di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa sebenarnya syari'ah tidak dapat dipisahkan dari fiqih. Keduanya memiliki ikatan yang kuat dan sulit dipisahkan, namun diantara keduanya terdapat perbedaan mendasar. Syari'at terdiri dari wahyu Allah dan Sunnah Nabi Muhammad dan fiqih adalah pemahaman dan hasil pemahaman manusia tentang syari'at.
Syari'at yang memang bersumber dari wahyu Allah SWT (al-Qur'an) dan Sunnah Nabi kita Muhammad SAW (al-Hadits) bersifat tsabat (tetap) kapan pun dan dimanapun. Sedangkan fiqih bersifat tathowwur (terus-menerus berkembang) sebab ia adalah hasil pemahaman manusia tentang syari'at. Dengan sifat tsabat tersebut syari'at Allah SWT akan tetap berlaku sepanjang masa dan tidak seorang pun yang mampu untuk menggantikannya. Sedangkan dengan sifat fiqih yang tathowwur, maka menunjukkan bahwa hukum Islam itu fleksibel (tidak kaku) di setiap kondisi dan situasi masyarakat serta terus mengikuti perkembangan zaman. Namun demikian, tetaplah Hukum Qur'ani.
Fiqh merupakan interpretasi keagamaan yang mencoba merasionalisasikan syari’ah. Hal ini terbukti dengan terjadinya perbedaan pemahaman dalam syari’at sehingga menghasilkan interpretasi yang berbeda, yang pada akhirnya memunculkan madzhab-madzhab dalam bidang fiqh.
Hukum Islam merupakan hukum yang ditetapkan atas syari’ah dan fiqh tentang perilaku yang mengikat umat Islam. Dengan demikian, syari’ah dan fiqh merupakan esensi dari Hukum Islam itu sendiri tanpa adanya pemisahan antara keduanya (syari’ah dan fiqh tersebut).
Di sinilah Letak kekuatan syari'at Islam. Ia adalah murni berasal dari wahyu Allah SWT tanpa dicampuri oleh daya nalar manusia. Sedangkan fiqih itu sendiri adalah pemahaman yang berarti proses pembentukan Hukum Islam melalui daya nalar manusia. Baik itu pemahaman wahyu secara langsung maupun tidak langsung. Di sinilah fleksibilitas hukum Islam yang ketika membahas masalah mu'amalah kita diberikan kesempatan untuk berijtihad (pintu ijtihad itu tidak tertutup) dan al-Qur'an sendiri hanya membahas masalah mu'amalah ini secara global saja.
Wallahu a'lam bissowaab.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Karim
Al-A, Saifuddi>n. Al-Ih}ka>m fi Us}u>l al-Ah}ka>m Juz I. Kairo: Muassasah al-Halabi,1967.
Ali, Mohammad Daud. Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996.
Al-Jawhari>, Isma>’i>l ibn H{amma>d. as}-S}ih}h}a>h} Ta>j al-Lughah wa S}ih}h}a>h al-‘Arabiyyah Juz 6 (tah}qi>q: Ah}mad ‘Abdul Ghafu>r al-‘At}t}a>r). Bairut: Da>r al-‘Ilm li al-Mala>yi>n, 1984.
Al-Qat}t}a>n, Manna>’. Ta>rikh at-tashri>’ al-Islami> . Kairo: Maktabah Wahbah.
As-Sa>yis, Muh}ammad ‘Ali>. Ta>rikh al-Fiqh al-Isla>mi> . Bairut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1990.
As-Shiddiqiy,Muhammad Hasbi. Falsafah Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1993.
Az-Zuh}aili>, Wahbah. Al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh Juz I. Dimasq: Da>r al-Fikr, 1985.
Barakatullah, Abdul Halim dan Teguh Prasetyo. Hukum Islam: Menjawab Tantangan Zamanyang Terus Berkembang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
Djamil, Fathurrahman. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Seda, Pete. Islam is--: An Introduction to Islam & Its Principles. ISBN Publisher, 2002.
Shalabi>, Muh}ammad Must}afa>. al-Madkhal fi> at-Ta’ri>f bi al-Fiqh al-Isla>mi> wa Qawa>’id al-Milkiyyah wa al-‘Uqu>d fi>hi. Bairut: Dar an-Nahdah al-‘Arabiyyah,1985.
Syaifuddin, Amir. Pembaharuan Pemikiran Hukum Islam. Padang: Angkasa Raya, 1990.
Syarifuddin,Amir. Pengertian dan Sumber Hukum Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1992.

1 komentar: