Kamis, 22 Maret 2012

MAZHAB MALIKI BIN ANAS

MAZHAB MALIKI BIN ANAS
(93-179 H/712-795 M)
Oleh: Muhammad Taisir

Pendahuluan

Allah SWT telah menurunkan agama Islam kepada umat manusia dengan perantaraan nabi-Nya Muhammad SAW. Agama Islam yang merupakan agama universal mengandung aturan-aturan hukum yang langsung dari Allah SWTagar manusia selamat, baik di dunia maupun di akherat. Agama (Islam) beserta aturan-aturan (hukum) yang dibuat oleh Allah tersebut merupakan wahyu, diturunkan kepada para Nabi dan Rasul-Nya melalui perantaraan Malaikat Jibril. Sedangkan Nabi dan Rasul terakhir adalah Muhammad, s.a.w.
Wahyu yang diturunkan oleh Allah tersebut, adakalanya untuk menyelesaikan persoalan hukum yang sedang dihadapi oleh umat Islam kala itu, dan dalam ilmu al-Qur’an dikenal dengan istilah asbabun-nuzul atau sebab-sebab turunnya wahyu (ayat al-Qur’an).
Pada masa Rasulullah SAW, segala permasalahan yang dihadapi para sahabat langsung ditanyakan kepada beliau. Dengan demikian, jawaban rasul terhadap pertanyaan-pertanyaan itu bersifat final.
Pada masa ini, sumber hukum yang digunakan adalah dua, yaitu al-Qur’an dan Hadits Nabi yang merupakan empirisasi dan interpretasi serta implementasi dari wahyu Allah SWT.
Seiring dengan wafatnya Nabi Muhammad SAW, meluasnya wilayah kekuasaan Islam, terpencarnya para sahabat Nabi ke berbagai wilayah, dan banyaknya para sahabat yang gugur dalam pertempuran, maka umat Islam mendapat tantangan baru di bidang hukum, karena kadang kala masalah (hukum) yang sedang dihadapi tidak ada hukumnya di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah, dan dalam rangka menyelesaikan persoalan-persoalan hukum baru yang sedang dihadapi tersebut, para sahabat selalu ber-ijtihad, dan mereka dapat dengan mudah menemukan hukum atas masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh umat Islam kala itu karena para sahabat sangat mengenal tekhnik Nabi ber-ijtihad.
Hasil ijtihad para sahabat tersebut, jika tidak dibantah oleh sahabat Nabi yang lainnya, maka dianggap ijma’ para sahabat. Sebaliknya, jika hasil ijtihad sahabat Nabi tersebut dibantah oleh sahabat Nabi yang lain, maka hasil ijtihad sahabat Nabi tersebut tidak dapat dianggap sebagai ijma’ para sahabat, melainkan hanya pendapat pribadi para sahabat Nabi tentang persoalan-persoalan (hukum) tertentu. Dengan demikian terlihat bahwa, sumber hukum Islam pada masa sahabat hanya tiga yaitu; al-Qur’an, as-Sunnah dan ijma’ para sahabat.
Zaman pun datang silih berganti. Para sahabat yang telah menerapkan cara-cara Rasulullah SAW untuk menyelesaikan permasalahan umat pun mulai wafat. Dengan demikian, generasi ini pun diganti dengan era tabi’in yang kemudian dilanjutkan oleh tabi’i at-tabi’in.
Pada abad kedua hijriyah inilah mulai muncul dua jalur pemikiran dalam menyelesaikan permasalahan umat dengan menggali hukum terhadap masalah itu. Dua kubu itu dikenal dengan Ahlul Hadits dan Ahlurr’ayi yang kemudian memiliki peran besar terhadap perkembangan hukum Islam.
Sejak munculnya kedua kubu itu, maka madzhab-madzhab pun bermunculan, sehingga menyuguhkan empat madzhab yang terbesar, yaitu madzhab Hanafi, Madzhab Maliki, Madzhab Syafi’i dan Madzhab Hanbali. Ahlurra’yi dimanifestasikan oleh madzhab Hanafi yang dinisbatkan kepada pendirinya, yaitu Abu Hanifah. Sementara ahlul hadits dimanifestasikan oleh madzhab maliki yang dinisbatkan Imam Malik bin Anas, Madzhab Syafi’i yang dinisbatkan kepada Imam Syafi’i, dan madzhab Hanbali yang dinisbatkan kepada Imam Ahmad bin Hanbal.
Dengan demikian, terlihat bahwa semangat untuk menyelamatkan ajaran-ajaran Islam begitu sangat luar biasa.
Dalam tulisan singkat ini, penulis mencoba mengulas sedikit tentang salah satu dari madzhab yang empat itu, yaitu madzhab Maliki yang diambil dari nama pendirinya Imam Malik bin Anas bin Malik.

Biografi Imam Malik

Sebelum kita mengulas tentang madzhab Maliki, sayogyanyalah terlebih dahulu kita membahas tentang pendirinya, yaitu Imam Malik bin Anas bin Malik.
Mazhab maliki adalah salah satu dari empat mazhab fiqih atau hukum Islam dalam sunni. Dianut oleh sekitar 15 % umat Islam, kebanyakan di Afrika Utara dan Afrika Barat. Mazhab ini didirikan oleh Imam Malik bin Anas atau bernama lengkap Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amirul Ashbuhi. Berasal dari keluarga Arab yang terhormat dan berstatus sosial yang tinggi, baik sebelum datangnya islam maupun sesudahnya, tanah asal leluhurnya adalah Yaman, namun setelah nenek moyangnya menganut islam mereka pindah ke Madinah, kakeknya Abu Amir adalah anggota keluarga pertama yang memeluk agama Islam pada tahun ke dua Hijriah.
Kakek dan ayahnya termasuk ulama hadis terpandang di Madinah, oleh sebab itu, sejak kecil Imam Malik tak berniat meninggalkan Madinah untuk mencari ilmu, karena beliau merasa Madinah adalah kota sumber ilmu yang berlimpah dengan ulama ulama besarnya. Imam Malik menekuni pelajaran hadis kepada ayah dan paman pamannya juga pernah berguru pada ulama ulama terkenal seperti Nafi’ bin Abi Nuaim, Ibnu Syihab Al Zuhri, Abu Zinad, Hisyam bin Urwa, Yahya bin Said Al Anshari, Muhammad bin Munkadir, Abdurrahman bin al-Qasim dan Rabi’ah ibn Abi Abdirrahman.
Imam Malik adalah imam yang kedua dari imam-amam empat serangkai dalam Islam dari segi umur. Ia dilahirkan 13 tahun sesudah kelahiran Abu Hanifah. Imam Malik adalah imam dari kota Madinah dan Imam bagi penduduk Hijaz. Ia salah seorang dari ahli fiqih yang terakhir bagi Kota Madinah dan juga terakhir bagi fuqaha Madinah. Beliau berumur hampir sembilan puluh tahun.
Karena keuletannya Imam Malik tumbuh sebagai seorang ulama’ yang terkemuka terutama dalam bidang ilmu hadis dan fiqih, bukti atas hal itu ucapan Al-Dahlani ketika dia berkata: “Malik adalah orang yang paling ahli dalam bidang hadis di Madina, yang paling mengetahui tentang keputusan-keputusan Umar, yang paling mengerti tentang pendapat-pendapat Abdullah bin Umar, Aisyah ra, dan sahabat-sahabat mereka atas dasar itulah dia memberi fatwa. Apabila diajukan kepada suatu masalah, ia menjelaskan dan memberi fatwa“.
Meski begitu, beliau dikenal sangat berhati-hati dalam memberi fatwa.
Beliau tidak lupa untuk terlebih dahulu meneliti hadis-hadis Rasulullah SAW,
dan bermusyawarah dengan Ulama’ lain, sebelum kemudian memberikan fatwa atas suatu masalah. Diriwayatkan, bahwa beliau mempunyai tujuh puluh orang yang biasa diajak bermisyawarah untuk mengeluarkan suatu fatwa.
Imam Malik semasa hidupnya sebagai pejuang agama dan umat Islam
seluruhnya. Imam Malik dilahirkan pada zaman pemerintahan al Walid bin Abdul
Malik al Umawi. Dia meninggal dunia pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid pada masa pemerintahan Abasyiah.
Semasa hidupnya Imam Malik, dapat mengalami dua corak pemerintahan,
Ummayah dan Abbasyiah dimana terjadi perselisian hebat diantara dua pemerinahan tersebut. Dimasa itu pengaruh ilmu pengetahuan Arab, persi dan Hindia (India) tumbuh dengan subur di kalangan masyarakat pada waktu itu.
Malik dapat juga melihat perselisihan antara pro Abasyiah dan pro
Alwiyyin dan juga orang khawarij, dan juga perselisihan anatara golongan Syiah
dan golongan Ahli Sunnah dan orang khwarij. Disamping itu pula beliau dapat
menyaksikan percampuran antara bangsa dan keturunan yaitu orang Arab, Persia,
Romawi,dan Hindi. Bermacam-macam cara perubahan yang terjadi, seperti bidang pertanian, perniagaan, pertukangan dan bermacam corak kehidupan yang mana semuanya dapat menggunakan beberapa dalih menurut kaca mata agama dan hukum-hukum fiqih dan dimasa inilah permulaan penyusunan ilmu hadis, fiqih, dan masalah hukum-hukum.
Bermacam pendapat ahli sejarah tentang tarikh kelahiran Imam Malik. Ada setengah pendapat mengatakan pada tahun 90,94,95, dan 97 H. Perselisihan tarikh terjadi sejak masa dahulu.
Kecintaannya kepada ilmu menjadikan hampir seluruh hidupnya diabdikan dalam dunia pendidikan, tidak kurang empat Khalifah, mulai dari Al Mansur, Al Mahdi, Harun Arrasyid dan Al Makmun pernah jadi muridnya, bahkan ulama ulama besar Imam Syafi’i pun pernah menimba ilmu darinya, menurut sebuah riwayat disebutkan bahwa murid Imam Malik yang terkenal mencapai 1.300 orang. Ciri pengajaran Imam malik adalah disiplin, ketentraman dan rasa hormat murid terhadap gurunya.
Karya Imam malik terbesar adalah bukunya Al Muwatha’ yaitu kitab fiqh yang berdasarkan himpunan hadis hadis pilihan, menurut beberapa riwayat mengatakan bahwa buku Al Muwatha’ tersebut tidak akan ada bila Imam Malik tidak dipaksa oleh Khalifah Al Mansur sebagai sangsi atas penolakannya untuk datang ke Baghdad, dan sangsinya yaitu mengumpulkan hadis hadis dan membukukannya, Awalnya imam Malik enggan untuk melakukannya, namun setelah dipikir pikir tak ada salahnya melakukan hal tersebut Akhirnya lahirlah Al Muwatha’ yang ditulis pada masa khalifah Al Mansur (754-775 M) dan selesai di masa khalifah Al Mahdi (775-785 M), semula kitab ini memuat 10 ribu hadis namun setelah diteliti ulang, Imam malik hanya memasukkan 1.720 hadis. Selain kitab tersebut, beliau juga mengarang buku Al Mudawwanah Al Kubra.

Ushul Madzhab Maliki
Imam malik tidak hanya meninggalkan warisan buku, tapi juga mewariskan Mazhab fiqihnya di kalangan sunni yang disebut sebagai mazhab Maliki, Mazhab ini sangat mengutamakan aspek kemaslahatan di dalam menetapkan hukum.
Madzhab Maliki memiliki sumber-sember madzhabnya dari buku Imam Malik yang sangat terkenal, yaitu al-Muwaththa’, yang ditakhrij oleh murid-murid beliau. Dari hasil takhrij tersebut, maka dapat diketahui ushul madzhab Maliki, yaitu :
1. Al-Qur’an
2. As-Sunnah
3. Ijma’
4. Ijma’ Ahli MAdiah
5. Qiyas
6. Qaul Shahabiy
7. Mashlahah Mursalah
8. Urf dan Adat
9. Sad az-Zari’ah
10. Istihsan, dan
11. Istishhab

Perkembangan dan Penyebaran Madzhab Maliki

Seperti yang telah disebutkan di atas, Mazhab maliki adalah salah satu dari empat mazhab fiqih atau hukum Islam dalam sunni. Dianut oleh sekitar 15 % umat Islam, kebanyakan di Afrika Utara dan Afrika Barat.
Madzhab ini tersebar di Mesir dan Negara-negara yang sangat banyak. Madzhab ini merupakan madzhab utama di Andalusia, juga di negara-negara Maghribi dan Negara Sudan.
Mazdhab Maliki disebarkan oleh murid-murid Imam Malik, di antaranya:
Abdullah ibn Wahab yang menyertai Imam Malik selama 20 tahun. Ia menyebabkan madzhab Maliki di Mesir dan Maghrib. Sahabat yang lainnya adalah Abdurrahman ibn Qasim yang merupakan Faqih dari Mesir yang mempunyai peran besar terhadap pentadwinan madzhab Maliki.

Pemikiran Imam Malik tentang Mashlahah Mursalah
Imam Malik merupakan orang yang sangat getol mengusung mashlahah mursalah ini dalam instinbath hukum. Mashlahah mursalah merupakan maslahat yang secara eksplisit tidak ada satu dalil pun yang mengakuinya ataupun menolaknya. Istilah mashlahah mursalah merupakan istilah yang diketengahkan oleh kalangan Malikiyyah . Maslahat ini merupakan maslahat yang sejalan dengan tujuan syara’ yang dapat dijadikan dasar pijakan dalam mewujudkan kebaikan yang dihajatkan oleh manusia serta terhindar dari kemudharatan. Karena tidak ditemukan variabel yang menolak ataupun mengakuinya maka para ulama berselisih pendapat mengenai kebolehannya dijadikan illat hukum.
Imam Malik merupakan ulama yang paling banyak melakukan atau menggunakan maslahah mursalah dengan alasan; Allah mengutus utusan-utusannya untuk membimbing umatnya kepada kemaslahahan. Kalau memang mereka diutus demi membawa kemaslahahn manusia maka jelaslah bagi kita bahwa maslahah itu satu hal yang dikehendaki oleh syara`/agama mengingat hukum Allah diadakan untuk kepentingan umat manusia baik dunia maupun akhirat.
Madzhab Maliki yang merupakan pembawa bendera Maslahat Mursalah mengemukakan, setidaknya terdapat tiga alasan mengapa mashlahah mursalah tersebut dijadikan sebagai hujjah dalam penentuan hukum, yaitu sebagai berikut :
1. Praktek para sahabat yang telah menggunakan maslahat mursalah diantarannya: - Sahabat mengumpulkan Al-Qur’an kedalam beberapa mushaf dengan alasan menjaga Al-Qur’an dari kepunahan atau kehilangan kemutawatirannya. - Khulafa ar-rosyidun menetapkan keharusan menanggung ganti rugi kepada para tukang. Padahal menurut hukum asal kekuasaan mereka didasarkan atas kepercayaan (amanah). Jika tidak dibebani ganti rugi ia akan ceroboh dan tidak memenuhi kewajibannya. - Umar Bin Khattab memerintahkan para penguasa (pegawai negeri) agar memisahkan antara harta kekayaan pribadi dengan harta yang diperoleh dari kekuasaannya - Umar Bin Khattab sengaja menumpahkan susu yang dicampur air guna member pelajaran kepada mereka yang mencampur susu dengan air - Para sahabat menetapkan hukuman mati kepada semua anggota kelompok (jama’ah) karena membunuh satu orang secara bersama-sama.
2. Adanya maslahat sesuai dengan maqosid as-Syar’i (tujuan-tujuan syar’i) artinya dengan mengambil maslahat berarti sama dengan merealisasikan maqosid as-syar’i.
3. Seandainya maslahat tidak diambil pada setiap kasus yang jelas mengandung maslahah selama berada dalam konteks maslahat syar’iyyah, maka orang-orang mukallaf akan mengalami kesulitan dan kesempitan.

Penutup

Demikianlah sedikit ulasan tentang sejarah perkembangan madzhab Maliki yang penulis suguhkan. Dari penjelasan singkat ini penulis menarik kesimpulan bahwa madzhab Maliki didirikan oleh Imam Malik bin Anas bin Malik. Adapun ushul madzhab Maliki adalah: Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’, Ijma’ Ahli Madinah, Qiyas, Qaul Shahabiy, Mashlahah Mursalah, Urf dan Adat, Sad az-Zari’ah, Istihsan, dan Istishhab.
Madzhab ini tersebar di Mesir dan Negara-negara yang sangat banyak. Madzhab ini merupakan madzhab utama di Andalusia, juga di negara-negara Maghribi dan Negara Sudan.
Salah satu pemikiran Imam Malik yang terkenal dalam istinbath hukum adalah penggunaan mashlahah mursalah. Imam Malik, ulama yang paling banyak melakukan atau menggunakan maslahah mursalah dengan alasan; Allah mengutus utusan-utusannya untuk membimbing umatnya kepada kemaslahahan. Kalau memang mereka diutus demi membawa kemaslahahn manusia maka jelaslah bagi kita bahwa maslahah itu satu hal yang dikehendaki oleh syara`/agama mengingat hukum Allah diadakan untuk kepentingan umat manusia baik dunia maupun akhirat.


DAFTAR PUSTAKA

Abu Zahrah, Muhammad, tt. Imam Malik. Dar al-Fikr al-Arabiy.
Abu Zahrah, Muhammad, tt. Ushul al-Fiqh. Dar al-Fikr Al-Islamiy.
Al-Asyqar, Umar Sulaiman, 1996. al-Madkhal Ila Dirasah al-Madaris wa al-Madzahib al-Fiqhiyyah. Yordania, Dar an-Nafaais.
Al-Qaththan, Manna’, tt. Tarikh at-Tasyri’ al-Islamiy. Kairo: Maktabah Wahbah.
As-Sayis, Muhammad Ali, 1990. Tarikh al-Fiqh al-Islamiy. Bairut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
Mughniyyah, Muhammad Jawad, 2001. Fiqih Lima Madzhab (terj. Masykur AB, dkk). Jakarta: Lentera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar