Hj.Rashda Diana, Lc
“Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan
kamu dari diri yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya, dan dari
pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak.Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan namaNya kamu saling meminta
satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah
selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (Qs An-nisa : 1)
Demikianlah firman Allah
yang menyerukan kepada hambanya agar menikah hingga membentuk keluarga yang
sakinah, mawaddah, warahmah.
Pernikahan adalah sebuah
ikatan yang suci dan perjanjian yang kokoh, panggilan fitrah dan seruan
syari’ah.
Dengan pernikahan tercipta
rasa cinta, kasih sayang dan ketenangan. Dengan pernikahan pula dihimpunkan
jiwa yang kusut, dipersatukan hati yang tercerai dan diharapkan lahirnya angka
keturunan yang alim shaleh.
Pernikahan disyari’atkan
oleh islam karena merupakan salah satu usaha untuk memelihara kemuliaan
keturunan serta menjadi kunci kemasyarakatan. Maka dari itu adanya lembaga
pernikahan merupakan suatu kebutuhan pokok umat manusia guna memelihara
kedamaian dan keteraturan dalam kehidupan.
Lembaga pernikahan
merupakan suatu institusi islam yang secara alamiah dapat menyalurkan kebutuhan
biologis manusia. Bila kebutuhan biologis itu dapat disalurkan secara benar,
maka akan dapat mengantarkannya kepada ketenangan batin serta ketentraman jiwa,
dan dapat memupuk rasa kasih sayang yang bertanggung jawab. Hal ini sesuai
dengan firman Allah dalam surat Al-Ruum ayat 21
Namun ada beberapa hal
yang menyebabkan hilangnya urgensitas pernikahan dan melenyapkan sebagian
berkahnya, diantaranya adalah munculnya kesalahan persepsi dalam memahami makna
pernikahan dan terjadinya kelalaian dalam menempuh jalan menuju ke sana.
Sesungguhnya medan
pernihakan bukanlah semata menyuguhkan kenikmatan berupa syahwat belaka. Ia
merupakan medan jihad yang agung, perlu pengorbanan dan perjuangan yang tidak
sedikit. Diantara manusia yang berjuang didalamnya ada yang tidak kuat
melanjutkannya, walhasil bukan syahid yang ia dapatkan, namun sebaliknya.
Walaupun demikian tidak sedikit dari mereka yang berhasil dalam mencapai ridla
Illahi, hingga mampu mewujudkan keluarga yang penuh dengan mawaddah wa rahmah.
Perlu kita ketahui, bahwa
kehancuran suatu bangsa berawal dari rusaknya tatanan rumah tangga
masyarakatnya. Keluarga yang tidak terjaga keutuhan susunan organisasi rumah
tangganya akan melahirkan anak yang tidak berkualitas karena memperoleh
pendidikan yang tidak tepat dari keluarganya. Maka dari itu tidak ada bangsa
yang kokoh dan diberkahi Allah SWT tanpa diawali dari keluarga yang diberkahi
pula oleh Allah SWT.
Untuk menuju keluarga atau
rumah tangga yang diberkahi Allah SWT, perlu berbagai kesiapan dan ilmu
pengetahuan yang cukup. Hal ini yang harus dimiliki oleh setiap individu yang
akan berumah tangga, baik pria maupun wanitanya, sehingga masing-masing
memahami apa hak dan kewajiban serta posisinya bila sudah berkeluarga. Sebab
jika seseorang menikah, namun tidak tahu bagaimana harus memposisikan diri,
maka rumah tangga adalah awal dari masalah.
A. HUKUM PERNIKAHAN
Penikahan disyari’atkan dalam agama islam dan
tingkatan yang paling rendah dari suatu hal yang disyariatkan. Hukumnya adalah
harus atau boleh.
Bahkan jika direnungkan, akan ditemukan suatu
kenyataan bahwa dalil-dalil syara’ tentang pernikahan tidak hanya sekedar
menunjukan harus, bahkan menunjukan sunnah atau wajub.
Beberapa ulama mengatakan bahwa hukum menikah
adalah fardlu ‘ain; berdosa orang yang meninggalkannya jika ia telah mampu
melaksanakannya. Pendapat ini diuraikan oleh Ahli Zahir.[1]
Sedangkan Ibn Hazm berpendapat bahwa menikah hanya
diwajibkan atas laki-laki, tidak ikut wanita.[2]
Pendapat yang mengatakan wajib adalah riwayat dari
Ahmad, dan merupakan pendapat sebagian pengikut madzhab Hambali.[3]
Sebagian pengikut madzhab Syafi’i Iraq berpendapat
bahwa menikah hukumnya fardlu kifayah, penduduk negeri boleh memerangi
orang-orang yang tidak mau melaksanakannya.[4]
Beberapa orang yang mengatakan fardlu atau wajib
ai’n atau wajib kifayah berdalil dengan nash-nash yang memerintahkan untuk
menikah, seperti firman Allah SWT:
فانكحوا ماطاب لكم من النساء مثني وثلاث ورباع، فان خفتم
الاتعدلوا فواحدة او ماملكت ايمانكم ( النساء : 3) .
وانكحوا الايامي منكم ( النور : 32)
Dan
nikahkanlah orang-orang yang tidak mempunyai suami atau istri diantara kamu.
ِAdapun
dalil dari As sunnah, sebagai berikut:
يا
معشر الشباب, من استطاع منكم الباءة فليتزوج فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج, ومن لم
يستطع فعليه بالصوم, فإنه له وجاء (رواه البخاري والمسلم).
Hai golongan pemuda, barangsiapa diantara kamu telah sanggup
menikah, menikahlah karena menikah itu lebih menundukan mata dan lebih
memelihara faraj(kehormatan, kemaluan) dan barang siapa tidak sanggup hendaklah
berpuasa karena puasa itu dapat melemahkan syahwat.(HR.Bukhari dan Muslim).
لكني
أنا أصلي وأًصوم وأفطر وأتزوج النساء, فمن رغب عن سنتي فليس مني (رواه البخاري
والمسلم).
Tetapi aku sembahyang, tidur, puasa, berbuka dan menikah. Barang
siapa tidak menyukai perjalananku(sunnahku) ia bukan umatku.(HR. Bukhari dan
Muslim).
Berangkat dari dua ayat dan dua hadis tersebut, cukup jelas bahwa
nikah disyariat kan
oleh agama, sejalan dengan hikmah manusia diciptakan oleh Allah yaitu untuk memakmurkan
dunia ini dengan jalan terpeliharanya perkembangbiakan ummat manusia. Adanya
manusia sangat tergantung pada pengaturan pernikahan, karena dengan pernikahan
terjadilah keturunan yang berkembang biak dan teratur sempurna berupa
pengkeluargaan-pengkeluargaan yang sesamanya diikat oleh ikatan kasih sayang.
Dari ikatan ini diaturlah semua urusan penghidupan, karena pekerjaan yang mesti
dilakukan oleh bersama tidak akan mungkin dapat dilakukan oleh seseorang secara
sendirian.
ومن
اياته أن خلق لكم من أنفسكم أزواجا لتسكنوا اليها وجعل بينكم مودة ورحمة (الروم:
21).
من
تزوج فقد أحرز شطر دينه, فليتق الله في الشطر الآخر.
- Kedudukan Hukum Asli Nikah
Dalam masalah
hukum menikah dalam hukum menikah terdapat perbedaan pandangan ulama dalam tiga pendapat:[5]
- pendapat pertama memandang bahwa
menikah hukumnya wajib. Pendapat ini dipelopori oleh Daud az-Zuhaili,
Ibnu hajm, dan imam ahmad menurut salah satu riwayat.
- Pendapat kedua ini mengatakan
bahwa menikah, hukumnya sunnah. Demikian menurut imam abu hanifah dan
imam ahmad menurut salah satu riwayat.
- Pendapat ketiga memandang bahwa
menikah hukumnya mubah. Pendapat ini dipelopori oleh imam syafi’I.
- Hukum Nikah Ditinjau Dari
Kondisi Seseorang
Selanjutnya,
hukum menikah ditinjau dari kondisi seseorang sebagai berikut:
- Orang yang terlalu berkobar-kobar
nafsunya terhadap wanita dan tidak dapat mengendalikannya sedang ia
mempunyai kesanggupan untuk menikah, hukum menikah bagi orang ini adalah
fardu karena kondisi seperti itu telah meyakinkan bahwa tanpa menikah ia
pasti akan jatuh dalam perzinahan[6]. namun apabila
sekedar dikhawatirkan akan terjadi perzinahan, maka hukum baginya wajib,
ini menurut golongan hanafi. Sedangkan menurut pandangan madzhab lain,
dalam kedua macam kondisi sifat orang tersebut hukum menikah baginya
adalah wajib.
- Orang yang apabila menikah, dan
ia yakin bahwa wanita calon istrinya tersebut akan menderita dan
teraniaya bila di nikahinya, karena ia tidak mampu mengemban tanggung
jawab, maka hukum menikah baginya adalah haram. Namun bila sekedar merasa
khawatir bahwa calon istrinya itu akan teraniaya, maka hukumnya adalah
makruh.
- Orang yang apabila menikah, ia
sangat khawatir calon istrinya akan teraniaya, tetapi kalau tidak menikah
ia khawatir akan terjerumus pada perzinahan, maka hukum menikah baginya
adalah makruh.
- Orang yang keadaan hidupnya sederhana dan memiliki kesanggupan untuk menikah sedang ia tidak khawatir terjerumus pada perzinahan, jika ia mempunyai keinginan untuk menikah dengan niat menjaga diri atau dengan niat memperoleh keturunan, hukum menikah baginya adalah sunnah.
B. Hikmah Pernikahan Dalam Pandangan
Islam.
Motif-motif
syariat islam memerintahkan umatnya untuk melaksanakan pernikahan adalah dengan
tujuan untuk:
1.
Melestarikan
keturunan
2.
Menjaga
nasab (status)
3.
Menyelamatkan
masyarakat dari dekadensi moral
4.
Sebagai
wahana kerjasama suami-istri dalam penbentukan keluarga dan pendidikan anak
5.
Menyelamatkan
masyarakat dari berbagai penyakit
6.
Memperoleh
ketenangan rohani dan jiwa
7.
Membangkitkan
rasa keibuan dan kebapakan
1.
Melestarikan
Keturunan
Diantara
pernyataan yang tak perlu diperdebatkan lagi bahwa pernikahan merupakan cara
untuk mengembangkan keturunan manusia, faktor utama dalam kesinambungan dan
keberadaannya sampai Allah mewariskan bumi dan isinya. Seperti yang dijelaskan
di QS An-Nahl: 72 dan An-Nisa: 1
2.
Menjaga
Nasab
Dengan
pernikahan yang di syariatkan Allah, anak-anak akan mendapat kehormatan dengan
kenasaban mereka kepada bapak-bapak mereka karena didalam nasab ini terkandung
pengakuan diri mereka, kehormatan kemanusian dan kebahagian jiwa mereka.
Namun apabila
pernikahan itu tak terwujud, maka keturunan sudah tidak ada kehormatannya. Dan
ini merupakan noda besar bagi akhlak yang mulia, dengan demikian akan
tersebarlah kerusakan secara meluas serta dekadensi moral dan penghalalan
segala cara.
3.
Menyelamatkan
Masyarakat Dari Dekadensi Moral
Dengan
pernikahanlah masyarakat dapat selamat dari dekadensi moral, dan dengan
pernikahan jualah masyarakat dapat menyelamatkan induvidu dari kebejadan sosial
karena prilaku manusia dengan lawan jenis telah tersalurkan melalui pernikahan
yang sah dan hubungan yang halal. ‘wahai kaum muda, barang siapa diantara
kamu yang telah mampu menikah, menikahlah. Sesungguhnya menikah itu lebih dapat
menundukan pandangan mata, dan lebih dapat menjaga kehormatannya. Maka barang
siapa yang belum mampu hendaklah berpuasa, karena puasa itu merupakan pengekang
syahwat baginya (HR jama’ah).
4.
Sebagai
Wahana Kerjasama Suami Istri Dalam Pembentukan Keluarga Dan Pendidikan Anak.
Dengan
pernikahan suami istri dapat menjalin kerjasama dalam menciptakan keluarga yang
harmonis, mendidik anak dan menanggung beban kehidupan bersama. Saling
bersinergi dalam menyempurnakan tugas dan tanggung jawab masing-masing sesuai
dengan tabiat dan kodratnya.
5.
Menyelamatkan
Masyarakat Dari Berbagi Penyakit
Dengan
pernikahan, masyarakat akan terhindar dari berbagai penyakit yang membahayakan
lagi menular, tersebar akibat perzinahan dan perbuatan najis serta kotor.
Diantaranya: penyakit gonorhoe, bernanah, syphilis, dan aids.
6.
Ketenangan
Rohani Dan Jiwa
Selanjutnya
terjalinlah ikatan mawaddah warramah (cinta dan kasih sayang) antara suami
istri yang semakin bertambah. Masing-masing merasakan ketenangan, kelembutan
dan keramahan serta kebahagiaan di bawah naungan satu dengan yang lain.
7.
Membangkitkan
Rasa Keibuan Dan Kebapakan
Dengan pernikahan, makin timbullah rasa kasih
sayang orang tua terhadap anak dan bertambahlah rasa kecenderungan kepada buah
hatinya. Setiap orang yang berakal sehat dan berpandangan benar, pasti akan
menyakini bahwa perasaan-perasaan psychologis ini sangat perpengaruh pada
pendidikan dan pembentukan watak anak demi kemaslahatan mereka dalam
menyongsong masa depan yang mulia dan bahagia.
Casino & Slot Machines | Dr.MD
BalasHapusExperience gaming 서산 출장마사지 in the 부산광역 출장샵 comfort of your 경상남도 출장샵 home or a place where 광양 출장샵 excitement is alive and well in the palm of your 울산광역 출장샵 hand. We are the largest casino and hotel