Sabtu, 28 September 2013

KESENGAJAAN DALAM TINDAK PIDANA









KESENGAJAAN DALAM TINDAK PIDANA
Oleh: Muhammad Taisir


A. Pendahuluan

Ketika kita berbicara tentang perkara Pidana, maka sudah barang tentu kita akan dihadapkan kepada perbuatan pidana, peristiwa pidana dan tindak pidana (delik)[1]. Dalam melakukan tindak pidana unsur subyektivitas dan unsur obyektivitas pastilah ada. Dikatakan ada unsur subyektivitas sebab dalam melakukan suatu tindak pidana tentunya si pelaku ingin melakukan suatu tindak kejahatan dari jalan pikiran atau perasaan si pelaku (unsur kesengajaan) ataupun keinginan untuk melakukan hal tersebut (tindak pidana) karena desakan suatu pihak (unsur paksaan), atau bahkan si pelaku melakukan suatu tindak pidana karena kealpaan-(culpa)-nya. Berarti dalam melakukan tindak pidana ini ada keinginan dari pelaku untuk melakukan tindakan tersebut, baik itu disengaja ataupun tidak. Sedangkan adanya unsur obyektivitas tentunya sudah jelas sebab seseorang tidak akan melakukan suatu tindak pidana tanpa adanya obyek, baik obyek tersebut berbentuk barang ataupun manusia.
Melihat kedua unsur di atas tentulah para penegak hukum akan mempertimbangkan sanksi yang akan diberikan kepada seorang pelaku yang melakukan tindak pidana. Dengan demikian, ukuran hukuman yang dijatuhkan oleh majelis hakim tidak asal-asalan.
Dengan memperhatikan fenomena tersebut, kami akan mencoba membahas salah satu unsur seseorang dapat dikenakan hukuman (pidana), yaitu kesengajaan.

B. Pembahasan

1. Pengertian Kesengajaan

Kata kesengajaan berasal dari kata "sengaja", dalam bahasa Inggrisnya adalah intention, dari kata intend yang artinya berniat melakukan sesuatu, atau dari kata intentional, premeditated, and willful yang artinya dengan sengaja. Menurut Oxford Advanced Learner's Dictionary " that which one purposes or plans to do"[2]. Dalam bahasa Belanda, kesengajaan (dengan sengaja) ini disebut opzetelijk dari kata opzet (sengaja), dalam bahasa Prancis disebut dolus, sedangkan dalam bahasa Latin disebut doleus. Melihat pengertian yang disebutkan dalam Oxford Advanced Learner's Dictionary tersebut, kita ketahui bahwa kesengajaan adalah keinginan, kehendak atau kemauan seseorang untuk melakukan sesuatu. Jika dihubungkan dengan tindak pidana maka, maka dalam melakukan suatu tindak pidana haruslah ada unsur-unsur yang menyebabkan tindakan tersebut dikatakan kesengajaan melakukan suatu tindak pidana. Adapun unsur-unsur tersebut, yaitu:
harus ada kehendak, keinginan, atau kemauan pada diri seseorang untuk melakukan tindak pidana;
orang yang berbuat sesuatu dengan sengaja itu sudah mengetahui dan sadar sebelumnya akan akibat-akibat perbuatannya.[3]
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang beraku pada saat sekarang ini sama sekali tidak menerangkan tentang makna/arti dari kesengajaan dalam melakukan tindak pidana. Konsep KUHP baru yang akan datang bermaksud merumuskan istilah kesengajaan dan juga kealpaan (culpa)[4].
Jika kita melihat perumusan KUHP di negara-negara lain, kita bisa membagi, mengenai perumusan maksud kesengajaan dan kealpaan, menjadi dua kelompok[5], yaitu:
  1. ada yang hanya merumuskan dan menegaskan bahwa seseorang hanya dapat dipidana jika ada unsur kesengajaan dan kealpaan tanpa menjelaskan maksud/definisi kedua bentuk tersebut. Teknis perumusan ini bisa dilihat misalnya dalam KUHP Norwegia, Greenland, Jepang, Korea dan KUHP Jerman 1871.
  2. Ada pula yang memandang perlu merumuskan pengertian kesengajaan dan kealpaan, seperti pada KUHP Thailand, Swiss, Polandia, Republik Demokrasi Jerman dan KUHP Yugoslavia.
 2. Kesengajaan Menurut KUHP Negara-Negara Lain

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa perumusan tentang kesengajaan dan kealpaan di negara-negara lain bisa dibagi menjadi kelompok, yaitu yang hanya merumuskan tentang kesengajaan dan kealpaan tanpa menjelaskan definisi kedua istilah tersebut; dan yang merumuskan definisi kedua istilah tersebut (kealpaan dan kesengaja-an). Tujuan dari penulisan beberapa contoh KUHP di Negara-negara lain ini adalah sebagai kaca perbandingan bagi kita tentang definisi kesengajaan.
Di sini, kami hanya membatasi penjelasan tentang kesengajaan menurut negara-negara lain. Adapun tentang kealpaan akan dijelaskan oleh pemakalah yang lain.

a. KUHP Thailand

KUHP Thailand telah memberikan pengertian tentang definisi kesengajaan, yaitu pada Pasal 59 paragraf 2[6] yang berbunyi “Melakukan sesuatu dengan sengaja ialah melakukan perbuatan secara sadar dan pada saat yang sama si pembuat menghendaki atau dapat memperkirakan/mengetahui lebih dahulu akibat dari perbuatan yang demikian itu”.
Pada Pasal 59 paragraf/ayat 3 ditegaskan bahwa “apabila si pembuat tidak mengetahui fakta-fakta ayang merupakan (unsur) tindak pidana, tidaklah dapat dianggap ia menghendaki atau dapat memperkirakan/mengetahui lebih dahulu akibat dari perbuatan yang demikian itu”.
Jika melihat bunyi pasa 59 paragraf/ayat 3 tersebut dapat disimpulkan bahwa error facti tidak dapat dipandang sebagai perbuatan yang disengaja (memiliki unsur kesengajaan). Namun demikian, apabila ignorance of fact itu terjadi karena kealpaan, maka si pelaku dapat dikenakan pidana, seperti disebutkan pada pasal 62 ayat (2)[7].

b. KUHP Polandia (Pasal 7 paragraf 1)

Pada pasal tersebut dijelaskan bahwa perbuatan tersebut dikatakan dilakukan dengan sengaja jika si pelanggar mempunyai kesengajaan untuk melakukan pebuatan terlarang itu, yaitu ia menghendaki terjadinya perbuatan itu dan ia membiarkan atau menyetujui terjadinya kemungkinan itu[8].

c. KUHP Republik Demokrasi Jerman (Pasal 6)[9]

Pada ayat 1 pasal tersebut (pasal 6) disebutkan bahwa dilakukan dengan sengaja jika ia (si pelaku) secara sadar menetapkan melakukan suatu tindak pidana. Sedangkan pada ayat 2 juga disebutkan bahwa dikatakan dilakukan dengan sengaja meskipun seseorang tidak bermaksud melakukan tindak pidana itu namun secara sadar menyetujui kemungkinan terjadinya tindak pidana itu dan tetap memutuskan untuk berbuat.

d. KUHP Yugoslavia (Pasal 7 ayat 2)

KUHP Yugoslavia pada pasal 7 ayat 2 menyebutkan ketentuan tindak pidana yang disengaja yang tidak jauh berbeda dari KUHP negara-negara lain (Thailand, Polandia, dan Republik Demokrasi Jerman), yaitu pelaku menyadari perbuatannya, menghendakinya, menyadari bahwa perbuatan tersebut terlarang dan menyetujui terjadinya akibat itu.

e. KUHP Swiss (Pasal 18)

Pada pasal 18 tersebut hanya menyebutkan dua unsur suatu tindak pidana disebut dilakukan dengan sengaja, yaitu si pelaku mengetahui dan menghendaki perbuatan tersebut[10].

Sekarang, marilah kita bandingkan dengan konsep Kitab Undang-Undang Hukum Pidana kita yang baru, yaitu pada pasal 34 ayat 2 yang berbunyi:

“Tindak pidana dilakukan dengan sengaja, apabila yang melakukan tindak pidana mengetahui dan menghendakinya”.

Ternyata, perumusan tersebut sangat dan terlalu singkat. Sepertinya konsep KUHP Baru kita mengambil rumusan KUHP Swiss pasal 18 seperti yang telah disebutkan terdahulu. Sedangkan pada KUHP negara-negara lain, seperti KUHP Thailand, Yugoslavia, Polandia dan KUHP Republik Demokasi Jerman, selain kedua unsur di atas juga merumuskan unsur-unsur lain, yaitu unsur kesadaran, persetujuan dan membiarkan tindak pidana tersebut.

3. Macam-Macam Dolus

Drs. C.S.T. Kansil, SH. dalam bukunya Latihan Pengatar Hukum Indonesia meyebutkan ada enam (6) macam dolus, yaitu: dolus eventualis, dolus determinatus, dolus indeterminatus, dolus alternativus, dolus indirectus, dan yang terakhir adalah dolus premeditatus[11].

a. Dolus Eventualis

Apabila kita mencermati dari segi bahasa, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya nahwa dolus artinya adalah :dengan sengaja” dan eventualis jika diambil dari bahasa Inggris berasal dari kata “event” yang maksudnya kurang lebih kejadian, sehingga dolus eventualis bisa diartikan sebagai suatu perbuatan yang dilakukan dengan sengaja pada waktu kejadian. Maksudnya bahwa si pelaku tahu bahwa perbuatannya tersebut akan berakibat fatal bagi si penderita/korban, namun ia tetap melakukan perbuatan/tindakan tersebut. Sebagai contoh: si A mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, sedangkan ia tahu bahwa ada anak-anak sedang bermain di jalan. Seandainya ia tidak mengurangi kecepatan laju mobilnya maka ia pasti akan menabrak mereka yang berakibat luka-luka atau kematian. Jadi, kalau si pelaku mengurangi kecepatanya, mungkin hal-hal tersebut tidak akan terjadi.

Namun, menurut Prof. Moeljatno, SH.[12], dolus eventualis bukan merupakan kesengajaan. Beliau menyatakan bahwa teori yang paling jelas mengenai hal ini (dolus eventualis) adalah teori “inkauf nehmen”(teori apa boleh buat), yaitu teori yang mengenai dolus eventualis, bukan tentang kensengajaan, yang mana akibat atau keadaan yang diketahui kemungkinan adanya tidak disetujui. Namun, akibat yang ditimbulkan dapat diterima. Sehingga ada dua syarat untuk adanya kesengajaan, yaitu:

  1. terdakwa mengetahui kemungkinan adanya akibat yang merupakan delik;
  2. sikapnya ketikakemungkinan itu terjadi, ialah apa boleh buat, dapat disetujuinya dan berani menanggung resiko.

b. Dolus Determinatus

Jika melihat dari segi bahasa, determinatus, dalam bahasa Inggris, berasal dari kata determine yang artinya kurang lebih menentukan. Jadi dolus determinatus adalah suatu tindak pidana yang disengaja dan obyek/sasarannya telah ditentukan. Sebagai contoh: Si A ingin membunuh si B.

c. Dolus Indeterminatus

Dolus Indeterminatus adalah suatu tindakan yang mana si pelaku tidak menentukan sasarannya, siapapun yang terkena tidak masalah, misalnya pembunuhan dilakukan pada waktu sidang/rapat di lapangan.

d. Dolus Alternativus

Sedangkan dolus ini adalah seperti namanya yaitu alternative si pelaku melakukan suatu perbuatan/tindak pidana dengan memilih salah satu dari targetnya, misalnya si A ingin membunuh si B atau si C (sala satu di antara jumlah tertentu).

e. Dolus Indirectus

Yang dimaksud dengan dolus indirectus adalah seseorang melakukan suatu tindak pidana dengan maksud menganiaya saja, namun si korban/atau yang dianiayanya mati.

f. Dolus Premeditatus

Dolus Premeditatus adalah melakukan kejahatan dengan sengaja, dengan dipikirkan, direncanakan, diperhitungkan terlebih dahulu secara teliti dan mendalam.

4. Beberapa Pasal dalam KUHP tentang Kesengajaan

Pasal yang dengan jelas menyebutkan kata sengaja dalam KUHP kita adalah pasal 354, yang berbunyi:

(1) Barangsiapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara palng lama delapan tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.

Pasal yang lain adalah pasal 338 yang berbunyi: “Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang, karena pembunuhan biasa, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun”.

Untuk lebih jelasnya tentang pasal-pasal mengenai kesengajaan, silahkan melihat/membaca kembali Kitab Undang-Undang Hukum Pidana kita.

5. Kesimpulan

Setelah bergelut dengan berbagai penjelasan tentang kesengajaan, maka sampailah kita kepada suatu kesimpulan, bahwa kesengajaan dalam tindak pidana adalah apabila yang melakukan tindak pidana dengan sadar, mengetahui dan menghendakinya atau juka tidak melakukannya (ia diam) tapi ia setuju dengan tindakan tersebut dan membiarkan tindak pidana tersebut.
Adapun macam-macam tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja (dolus) adalah: dolus eventualis, dolus determinatus, dolus indeterminatus, dolus alternativus, dolus indirectus, dan yang terakhir adalah dolus premeditatus.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Barda Nawawi, 1998. Perbandingan Hukum Pidana. Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, cet. III.

Hornby, AS, 1995. Oxford Advanced Learner's Dictionary. Oxford University Press, Fifth Edition.

Kansil, C. S. T., 1999. Latihan Ujian Pengantar Hukum Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta, Sinar Grafika, cet. III.

Moeljatno, 2002. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta, PT. Rineka Cipta, cet. VII.

Poernomo, Bambang, 1993. Pola Dasar Teori – Asas Umum Hukum Acara Pidana dan Penegakan Hukum Pidana (Edisi Kedua). Yogyakarta, Liberty, cet. I.

__________________, 1988. Kapita Selekta Hukum Pidana. Yogyakarta, Liberty, cet. I.

Prodjodikoro, Wirjono, 2003. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia (Edisi Ketiga). Bandung, PT. Refika Aditama, cet. I.

Puspa, Yan Pramadya, _. Kamus Hukum Edisi Lengkap. Semarang, Aneka Ilmu.

Sudarsono, 2002. Kamus Hukum (Edisi Baru) . Jakarta, PT. Rineka Cipta, cet. III.

Sugandhi, R., 1981. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan Penjelasannya. Surabaya, Usaha Nasional.

Footnote:

[1] Tindak Pidana (delik) ialah perbuatan, yang melanggar peraturan-peraturan pidana, diancam dengan hukuman oleh undang-undang dan dilakukan oleh seseorang dengan bersalah yang mana ia harus mempertanggungjawabkan perbuatan/tindakan tersebut.
[2] AS. Hornby, 1995. Oxford Advanced Learner's Dictionary. Oxford University Press, Fifth Edition, p. 621.
[3] CST. Kansil, 1999. Latihan Ujian Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta, Sinar Grafika, cet. III, hal. 287. Selanjutnya lihat Mr. J.E. Jonkers dalam Handboek van het Nederlandsch-Indische Strafrecht, hal. 47 dan seterusnya.
[4] Barda Nawawi Arief, 1998. Perbandingan Hukum Pidana. Jakarta, Raja Grafindo, cet. III, hal. 89.
[5] Ibid, hal. 90.
[6] Bunyi asli dari KUHP tersebut adalah “To do an act intentionally is to do an act consciously and at the same time the doer desired or could have foreseen the effect of such doing”.
[7] Untuk lebih jelasnya, lihat Barda Nawawi Arief, 1998. Perbandingan ........., hal. 91.
[8] Bunyi pasal tersebut adalah “An offense is intentional when the perpetrator has the intent to commit the prohibited act, that is he wills its commission or foreseeing the possibility of committing it the reconciles himself to this”.
[9] Untuk lebih jelasnya bunyi pasal 6 tersebut, lihat ibid, hal. 92.
[10] Moeljatno, 2002. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta, Rineka Cipta, cet. VII, hal. 171.
[11] CST. Kansil, ibid, hal. 288.
[12] Moeljatno, 2002. Asas-Asas Hukum Pidana. ……… ibid, hal.175-176.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar